A.
Selayang Pandang
Mengunjungi
Pasar Beringharjo yang terletak di Kawasan Malioboro sungguh merupakan
pengalaman menyenangkan. Sebagai pasar tradisional terbesar, Beringharjo tumbuh
berkembang seiring dengan sejarah berdirinya Kota Budaya Yogyakarta. Bangunan
pasar berkonstruksi beton ini merupakan pasar tertua yang keberadaannya
mempunyai nilai historis dan filosofis yang tidak dapat dipisahkan dengan
Keraton Yogyakarta. Bila dilihat dari sejarahnya, Pasar Beringharjo telah
melewati tiga fase, yakni masa kerajaan, penjajahan, dan kemerdekaan. Karena
itu, Pasar Beringharjo senantiasa dikenang karena memiliki nilai sebagai
memori-kolektif yang melekat di hati masyarakat Yogyakarta.
Pembangunan
pasar ini merupakan salah satu bagian dari rancang bangun pola tata kota
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang biasa disebut pola Catur Tunggal
dengan cakupan empat hal, yakni keraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun
sebagai ruang publik, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat
transaksi ekonomi. Secara penempatan, Pasar Beringharjo berada di bagian luar
bangunan Keraton Yogyakarta (njobo keraton), tepatnya di utara Alun-alun Utara.
Pada
mulanya, wilayah Pasar Beringharjo merupakan hutan beringin. Tak lama setelah
berdirinya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, tepatnya tahun 1758 M, wilayah
ini kemudian dijadikan tempat transaksi ekonomi oleh warga Yogyakarta dan
sekitarnya. Ratusan tahun kemudian Keraton Yogyakarta memandang perlu membangun
pasar yang lebih representatif. Oleh sebab itu, pada 24 Maret 1925, Nederlansch
Indisch Beton Maatschappij (Perusahaan Beton Hindia Belanda) ditugaskan
membangun los-los pasar. Pada akhir Agustus 1925, 11 kios telah terselesaikan
dan yang lainnya menyusul secara bertahap.
Nama
Beringharjo sendiri baru diberikan setelah bertahtanya Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII pada tanggal 24 Maret 1925. Beliau memerintahkan agar semua
instansi di bawah naungan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat menggunakan
Bahasa Jawa. Digunakanlah nama beringharjo, artinya wilayah yang semula hutan
beringin (bering) diharapkan dapat memberikan kesejahteraan (harjo). Nama
Beringharjo sendiri dinilai tepat karena lokasi pasar merupakan bekas hutan
beringin dan pohon beringin merupakan lambang kebesaran dan pengayoman bagi
banyak orang.
Pasar
tradisional yang pernah terbakar pada tahun 1986 ini dibangun di atas tanah
seluas 2,5 hektar dan mengalami pemugaran sebanyak dua kali, masing-masing pada
tahun 1951 dan 1970. Seiring dengan perkembangan zaman dan pemerintahan, kini,
pasar yang oleh orang Belanda disebut sebagai salah satu pasar terindah di Jawa
(Eender Mooiste Passer op Java) ini, pengelolaannya diambil alih oleh
Pemerintah Kota Yogyakarta.
Pasar Beringharjo |
B.
Keistimewaan
Ciri
khas bangunan Pasar Beringharjo dapat dilihat pada interior bangunan yang
merupakan perpaduan antara arsitektur kolonial dan tradisional Jawa. Karena
itu, meski berstatus pasar tradisional, Beringharjo dapat dikatakan cukup
modern. Itulah yang dibuktikan oleh Pasar Beringharjo. Pasar tradisional di tengah
jantung Kota Yogyakarta ini tak bergeming oleh kehadiran pusat belanja modern
di sekitarnya.
Secara
umum, pasar ini terdiri dari dua bangunan yang terpisah, bagian barat dan
bagian timur. Bangunan utama di bagian barat terdiri dari dua lantai, adapun
bangunan yang kedua di bagian timur terdiri dari tiga lantai. Pintu masuk utama
pasar ini terletak di bagian barat, tepat menghadap Jalan Malioboro. Pintu
gerbang utama ini merupakan bangunan dengan ciri khas kolonial bertuliskan
Pasar Beringharjo dengan aksara Latin dan aksara Jawa.
Pada
sisi kanan dan kiri pintu utama ini terdapat dua buah ruangan berukuran 2,5 x
3,5 m yang digunakan untuk kantor pengelola pasar. Pintu utama ini berhubungan
langsung dengan jalan utama pasar yang dibangun lurus dari arah barat ke timur.
Lebar jalan utama di dalam pasar ini kira-kira 2 meter dengan los-los terbuka
di sisi kanan dan kiri. Di samping pintu utama, terdapat pula pintu-pintu lain
di bagian utara, timur, selatan dengan ukuran lebih kecil dibandingkan pintu
utama.
Salah
satu yang menjadi daya tarik Pasar Beringharjo adalah keberadaan pusat batik
yang berada di lantai dasar bangunan utama. Bukan hanya batik buatan Yogyakarta
dan Solo, batik dari Pekalongan juga mudah didapat di pasar ini. Mulai “batik
bahan” maupun “batik jadi” berbahan katun hingga sutra, dari harga puluhan ribu
sampai ratusan ribu tersedia di pasar ini. Koleksi batik bahan dapat dijumpai
di los pasar bagian barat sebelah utara. Sementara koleksi batik jadi (pakaian)
bisa dijumpai di hampir seluruh pasar bagian barat. Selain pakaian batik, los
pasar bagian barat ini juga menyediakan baju surjan, blangkon, dan sarung tenun
maupun sarung batik. Sandal dan tas yang dijual dengan harga miring juga dapat
dijumpai di sekitar bawah tangga pasar bagian barat. Sistem tawar menawar
layaknya di pasar tradisional juga sah-sah saja dilakukan di tempat ini.
Sesuai
dengan citranya sebagai pasar “gedhe” bagi masyarakat Yogyakarta, hampir semua
kebutuhan manusia baik primer maupun sekunder dapat ditemukan di tempat ini.
Perlengkapan rumah tangga, kebutuhan sembilan bahan pokok, pernak-pernik
cenderamata, kerajinan, aksesoris, kebutuhan sandang, buah-buahan, sayuran,
kerupuk, keripik melinjo dan keripik welut, hingga sajian kuliner khas
Yogyakarta dapat ditemukan di pasar yang mulai berderap dari dini hari hingga
larut malam ini.
Uniknya,
pasar ini juga tempat yang tepat untuk berburu barang antik. Sentra penjualan
barang antik terdapat di lantai tiga pasar bagian timur. Di tempat itu,
pengunjung bisa mendapati mesin ketik tua, helm buatan tahun 60-an, dan
sebagainya. Di lantai itu pula, pengunjung dapat memburu berbagai macam barang
bekas impor seperti pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain yang dijual dengan
harga jauh lebih murah daripada harga aslinya dengan kualitas yang masih baik.
Tentu para pengunjung butuh kejelian dalam memilih barang.
Selain
itu, kawasan utara Pasar Beringharjo yang dahulu dikenal dengan Kampung Pecinan
adalah wilayah yang paling terkenal. Pengunjung dapat mencari kaset-kaset lagu
kenangan dari musisi tahun 50-an yang jarang ditemui di tempat lain. Di kawasan
ini juga terdapat tempat kerajinan logam berupa patung Buddha dalam berbagai
bentuk. Bagi pengoleksi uang lama, kawasan pasar ini juga menjual uang lama
dari berbagai negara.
Meski
Pasar Beringharjo secara resmi tutup pukul 17.00 WIB, tetapi sebagian aktivitas
pedagang tidak berhenti pada jam itu. Bagian depan pasar masih menawarkan
berbagai macam penganan khas Yogyakarta, seperti martabak, terang bulan,
klepon, getuk, bakpia, dan berbagai makanan tradisional lainnya. Sekitar pukul
19.00 WIB hingga lewat tengah malam, biasanya terdapat penjual gudeg di depan
pasar yang juga menawarkan kikil dan varian oseng-oseng. Sambil makan,
pengunjung dapat mendengarkan musik tradisional Jawa yang diputar atau bercakap
dengan penjual yang biasanya menyapa dengan akrab.
Pasar
Beringharjo tidak pernah sepi pembeli, mulai pagi hingga petang. Tidak kurang
dari 7.000 pedagang yang menggelar barang dagangannya di pasar ini. Lokasinya
yang berada di ujung selatan Jalan Malioboro menjadi magnet tersendiri bagi
pengunjung yang datang. Bahkan para orang tua mahasiswa dan pelajar dari luar
Yogyakarta biasanya menyempatkan diri untuk berbelanja di pasar ini saat
menengok anaknya yang kuliah/sekolah di Yogyakarta.
C.
Lokasi
Pasar
Beringharjo berlokasi di jantung Kota Yogyakarta, tepatnya di Jl. Pabringan No.
1 DIY, Indonesia 55122. Lokasinya berada di ujung selatan Kawasan Malioboro dan
berda pingan dengan Benteng Vredeburg, Taman Budaya Yogyakarta, dan Shopping Center.
Di sebelah barat daya pasar ini terdapat Gedung Agung. Dan di sebelah selatan
dan tenggara pasar terdapat Taman Pintar dan Keraton Yogyakarta.
D.
Akses
Berkunjung
ke Pasar Beringharjo tidak terlalu sulit karena letaknya persis di pusat Kota
Yogyakarta. Di samping itu, pasar ini juga relatif dekat dari Bandara
Adisutjipto (sekitar 8 km), dari Terminal Giwangan (sekitar 6 km), dari Stasiun
Lempuyangan (sekitar 3 km), dan dari Stasiun Tugu (sekitar 1 km).
Pewisata
yang berangkat dari Bandara Adisutjipto dapat menggunakan Bus Trans-Jogja
(trayek 3A atau 3B) melewati Jalan Malioboro. Setelah sekitar 25 menit dan
membayar ongkos sekitar Rp 3.000, wisatawan dapat turun di Halte Bus
Trans-Jogja depan Kantor Gubernur DIY (Kepatihan), kemudian jalan kaki menuju
Pasar Beringharjo sekitar 100 meter. Sedangkan wisatawan yang berangkat dari
Terminal Giwangan dapat menggunakan bus kota jalur 2, jalur 4 atau jalur 15
melewati Jalan Malioboro, kemudian turun di depan Pasar Beringharjo dengan
membayar ongkos sekitar Rp 2.000 (Oktober 2008).
Bagi wisatawan yang berangkat dari Stasiun Lempuyangan dapat menggunakan becak atau
andong menuju Pasar Beringharjo dengan membayar ongkos sekitar 15.000 atau
menggunakan taksi menuju Pasar Beringharjo dengan membayar ongkos kurang lebih
sebesar Rp 20.000. Sedangkan pengunjung yang berangkat dari Stasiun Tugu dapat
menggunakan becak atau andong menuju Pasar Beringharjo dengan membayar ongkos
kurang lebih sebesar Rp 10.000 (Oktober 2008).
E.
Harga Tiket
Pewisata
yang berkunjung ke Pasar Beringharjo tidak dikenai biaya sepeser pun. Pasar
tradisional ini buka setiap hari, Senin hingga Minggu pada pukul 06.00 sampai
pukul 17.00 WIB.
F.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Selain
komponen utama yang berupa kios-kios, gudang, dan kantor, di pasar ini juga
terdapat fasilitas penunjang seperti sarana parkir yang luas, sarana bongkar
muat, sarana pengamanan, tempat penitipan barang, tempat penitipan anak, arena
bermain anak, pusat pelayanan kesehatan, koperasi pasar, ATM, restaurant,
mushola, dan toilet.
Sumber : http://jogjatrip.com/id/122/Pasar-Beringharjo
0 komentar:
Posting Komentar